Minggu, 18 Desember 2011

Cerita Sang Sopir Taksi

Akhir-akhir ini jadi punya kebiasaan baru, yaitu mendengarkan dan mengamati setiap sopir taksi yang mengantarkan saya dari Juanda ke rumah. Bukannya ada apa-apa tapi saya rasakan sangatlah menarik untuk mendengarkan komentar mereka terhadap apa yang mereka temui di jalanan.
Yang paling saya ingat adalah tiga orang sopir taksi yang berturut-turut mengantarkan saya pulang. Yang pertama adalah seorang sopir yang tiga waktu sebelumnya yang banyak menggerutu. Dari gerutuannya saya kira dia entah sedang tertipu oleh kawannya sehingga ordernya tidak seperti yang dia harapkan atau tidak begitu mendengarkan order yang datang kepadanya. Sebaiknya jangan ditiru orang seperti ini. Perjalanan ke rumah pun jadinya dingin sedingin air conditioner yang ada di taksi. Sedangkan yang kedua, memberikan kejutan tersendiri karena dia adalah seorang mantan kepala gudang dan juga mantan pengusaha. Kisahnya saya tuliskan di tulisan lain di blog ini.
Sedangkan yang semalam, saya kira merupakan orang yang terbuka. Dari cerita-ceritanya jadi tahu ternyata order dari seorang sopir taksi di bandara Juanda itu tiap harinya rata-rata 4 kali dan akan lebih rendah lagi ketika hujan turun yang berakibat sering terlambatnya pesawat atau malah tertunda hingga dini hari. Yang menarik dari pak sopir yang satu ini, adalah dia termasuk orang yang tertib lalu lintas (dibandingkan dengan sopir taksi lainnya yang pernah kutumpangi) dan ketika ada mobil lain (entah avanza atau xenia merah) yang melaju cepat dan jalannya tidak lurus alias mirip ular, dia mengomentari cara jalan mobil itu yang tidak tertib dan mengganggu lainnya di jalan. Dia menambahkan komentarnya perilaku si mobil merah itu merugikan pengguna jalan lain yang waktu itu kebanyakan motor. Karena bila terjadi senggolan si mobil merah itu yang meminta ganti rugi (saya kira itu berdasarkan pengalaman pak sopir). Selain itu rasa ingin tahu pak sopir juga lumayan besar. Ketika di sebuah pemberhentian lampu lalu lintas, dia menghentikan taksinya persis di sebelah si mobil merah dan langsung melihat ke samping yang disusul ucapannya, "Oh sopire cewek, karo-karone cewek". Dalam hati saya, "uwong iki iseng pisan hehe..." karena dia menghentikan taksinya persis di samping mobil merah walaupun di depannya masih ada ruang untuk satu mobil. Ini semakin menguatkan pemikiran bahwa orang yang punya banyak uang di negeri ini tidak lebih terdidik daripada yang tidak punya uang. Semakin banyak uang tentu potensinya merubah kehidupan/alam lebih besar daripada yang tidak punya. Apabila ini tidak diimbangi oleh pendidikan (bukan sekedar kepandaian) yang memadai tentunya akan berbahaya bagi kehidupan.
Selain itu dari pak sopir kudapatkan informasi yang menarik, yaitu tentang penjual durian yang baik bagi para pelanggannya. :D

0 comments: